Di tengah meningkatnya ketegangan antara Kufah dan Syam, Imam Hasan secara resmi telah menginstruksikan Ibnu Abbas untuk memobilisasi pasukan Kufah dalam menghadapi ancaman Muawiyah. Perang besar seolah tinggal menunggu waktu. Di sisi lain, dari Syam, Muawiyah juga telah menggerakkan pasukannya, siap menggulung kekuatan Kufah.

Namun, sebelum pertempuran itu pecah di medan perang, satu upaya keji hampir saja merenggut nyawa Imam Hasan.

Seorang mata-mata Muawiyah menyusup ke dalam Masjid tempat Imam Hasan berada. Dalam suasana khusyuk dan tanpa curiga, sang pengkhianat tiba-tiba melepaskan anak panah ke arah Imam. Panah itu melesat cepat—namun takdir berkata lain. Anak panah tersebut hanya sedikit melukai Imam Hasan dan tidak mengenai bagian vital tubuh beliau.

Kejadian ini menyulut kegemparan di tengah masyarakat. Sang Imam nyaris menjadi korban pembunuhan—di tempat suci, di tengah umatnya sendiri.

Di balik upaya pembunuhan itu, tergambar jelas bahwa pertarungan ini bukan sekadar perebutan kekuasaan, tapi juga perang akidah dan pengkhianatan, yang dimainkan bukan hanya di medan laga, tapi juga di tempat ibadah.