Farha adalah seorang gadis Palestina berusia 14 tahun, putri dari Kamil Jalmud—seorang kepala suku di desanya. Di tengah keterbatasan dan tradisi yang membatasi peran perempuan, Farha menyimpan mimpi besar: bersekolah di kota dan suatu hari mendirikan sekolah khusus perempuan di desanya sendiri.

Awalnya, sang ayah ingin Farha menjalani hidup “normal” seperti gadis-gadis lain—menikah muda dan mengurus rumah tangga. Namun, berkat keteguhan hati Farha dan dukungan diam-diam dari keluarganya, ia akhirnya diizinkan menempuh pendidikan.

Namun harapan itu bertabrakan dengan kenyataan pahit. Palestina saat itu berada di bawah pendudukan Inggris, dan dalam bayang-bayang perjanjian kelam, Inggris telah menjanjikan tanah Palestina sebagai negara bagi kaum Yahudi. Tepat ketika Farha bersiap menggapai mimpinya, datanglah bencana: invasi milisi Zionis.

Farha pun terjebak di sebuah gudang—sendirian, penuh ketakutan—dan dari tempat persembunyiannya, ia menjadi saksi hidup atas kekejaman dan horor yang menimpa rakyatnya. Mimpi masa kecil yang sederhana pun berubah menjadi luka sejarah yang tak terlupakan.